Beranda | Artikel
Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang
23 jam lalu

Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Pendidikan Anak yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Jumadil Awal 1447 H / 10 November 2025 M.

Kajian Tentang Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang

Namun, disayangkan bahwa nikmat yang besar itu sering disia-siakan. Oleh sebab itu, wajar jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, secara gamblang bersabda:

 نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu (merugi) di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Realita pahitnya adalah bahwa orang-orang tua atau yang sudah dewasa juga sering menyia-nyiakan waktu luang, bukan hanya anak-anak. Ini adalah realita yang pahit, sepahit kopi tanpa gula. Kondisi ini menyedihkan karena seseorang yang sudah berusia tua seharusnya tidak seperti anak-anak. Hal itu disebabkan karena akal orang yang sudah tua sudah sempurna dan lebih matang, berbeda dengan akal anak kecil yang masih mentah.

Bermain terus-menerus adalah hal yang wajar bagi anak kecil. Akan tetapi, jika orang yang sudah tua atau dewasa masih menghabiskan waktu dengan bermain terus-menerus, hal itu menjadi tidak pantas. Meskipun demikian, kenyataan menyedihkan itu terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

Sungguh menyedihkan jika melihat anak-anak yang pulang sekolah pada siang hari lantas menghabiskan waktu luang mereka dengan bermain hingga larut malam. Permainan yang banyak dilakukan adalah menggunakan gawai (HP). Berapa jam waktu luang yang terbuang sia-sia? Dalam sekian jam mereka bermain gawai, sulit untuk mendapatkan pahala; bahkan, bisa jadi yang didapat adalah dosa.

Perlu dicermati bahwa tontonan di YouTube pada gawai anak-anak, baik putra maupun putri, minimal adalah permainan (game) dan jarang sekali yang berupa pengajian atau kajian agama.

Yang lebih parah, na’udzubillah min dzalik, adalah menonton konten-konten pornografi. Konten semacam ini bukan hanya merusak kehidupan dunia, tetapi juga merusak akhirat. Kenyataan ini disaksikan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, orang tua yang bijaksana dan baik adalah mereka yang mendidik putra-putrinya untuk memanfaatkan waktu luang dengan baik.

Terdapat tiga langkah yang dapat dilakukan:

1. Memberikan Teladan

Langkah pertama adalah memberikan teladan dari orang tua (ayah dan ibu). Teladan ini penting karena mengajak dengan memberikan contoh nyata biasanya lebih mengena dibandingkan mengajak hanya dengan perkataan. Hal ini terutama jika perkataan yang disampaikan hanyalah omong kosong (omdo), seperti mengatakan, “Nak, hendaknya waktu diisi dengan kegiatan yang bermanfaat,” sementara orang tua sendiri setelah berkata demikian justru menghabiskan waktu dengan menonton televisi atau bermain gawai.

Sangat banyak dijumpai orang yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol tidak jelas dengan tetangga. Bahkan, ada yang berangkat pagi dan kembali sore hari hanya untuk mengobrol. Ini menunjukkan betapa buruknya menyia-nyiakan waktu, padahal waktu itu harus digunakan untuk menuntut ilmu atau mengaji.

Ada pula orang yang duduk melamun di teras, tanpa teman, hanya menghitung jumlah kendaraan yang melintas. Perlu dipahami bahwa di akhirat nanti, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan bertanya tentang berapa banyak motor yang dihitung di depan rumah. Hal ini adalah realitas yang nyata yang terjadi di sekitar, dan mungkin sebagian melakukannya.

Jika anak setiap hari menyaksikan orang tua seperti itu, anak tidak akan menghargai waktu. Hal ini terjadi karena orang tua tidak mencontohkan cara menghargai waktu.

Menghargai waktu berarti memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang baik. Apabila sesekali harus beristirahat sejenak, misalnya duduk di teras sekadar untuk mencari udara segar atau bersantai sebentar, pastikan pikiran tidak kosong. Meskipun sedang beristirahat, ada kegiatan positif lain yang dilakukan, misalnya mendengarkan radio Insani. Dengan begitu, anak akan menyaksikan bahwa meskipun sedang duduk sendirian, orang tua memiliki kegiatan yang positif.

Apabila anak melihat ayahnya berbincang dengan tetangga, obrolan yang didengar haruslah obrolan yang bermanfaat, misalnya membahas bagaimana cara agar saluran air di perumahan dapat lebih dimanfaatkan dan tidak menjadi tempat pembuangan sampah. Dengan demikian, anak mendapati bahwa interaksi ayahnya dengan tetangga adalah obrolan yang berkualitas dan bermanfaat.

Begitu pula ketika anak mendengar ibunya berbincang dengan tetangga. Isi obrolannya adalah hal yang berkualitas, seperti mengatakan, “Ibu itu sampai sekarang belum mau shalat. Bagaimana ya cara mengajak dia salat tanpa membuatnya tersinggung?” Obrolan semacam itu adalah obrolan yang berkualitas. Dengan demikian, anak setiap hari melihat contoh nyata dari orang tua yang memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

Sebagai contoh, ada seorang dai di Sulawesi yang bercerita tentang jemaahnya di luar pulau (Sumatera). Jemaah tersebut bercerita bahwa ia dan suaminya kini setiap hari, setelah sarapan, menyimak siaran televisi yang berisi pengajian. Mereka menyimak dengan serius sambil membawa buku dan pulpen, lalu mencatat poin-poin penting dari pengajian tersebut, sehingga rasanya seperti kembali kuliah. Ini adalah pemandangan yang indah, yaitu mengaji dengan serius. Sarana untuk memanfaatkan waktu dengan baik sudah tersedia. Masalahnya, banyak di antara kita tidak menghargai sarana yang sudah Allah ‘Azza wa Jalla berikan.

2. Menjelaskan Pentingnya Waktu

Langkah kedua adalah menjelaskan pentingnya waktu. Jika langkah pertama merupakan praktik, maka langkah kedua ini adalah teori. Dengan demikian, perlu menggabungkan antara teori dan praktik. Tugas orang tua adalah memberikan pengarahan kepada anak-anak, menjelaskan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.

Anak mungkin akan bertanya mengapa waktu lebih berharga daripada uang. Jawabannya adalah, waktu jauh lebih berharga daripada uang karena dengan waktu, seseorang dapat mencari uang, tetapi dengan uang, seseorang tidak dapat membeli waktu. Tidak ada toko yang menjual waktu. Apabila waktu sudah lewat, ia tidak akan pernah kembali. Sebaliknya, uang yang sudah terlewat masih bisa dicari lagi. Waktu jauh lebih mahal dibandingkan uang sekalipun. Mengembalikan waktu semenit yang lalu pun tidak akan mungkin.

Yang lebih mengerikan, setiap menit, bahkan setiap detik waktu yang terlewat, akan ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah hal yang menyeramkan karena manusia akan ditanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla tentang waktu tersebut digunakan untuk apa.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ

“Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba nanti pada hari kiamat, sehingga Allah akan menanyakan tentang 4 perkara: (1) tentang umurnya dihabiskan untuk apa. (2) tentang ilmunya diamalkan atau tidak. (3) Tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan ke mana dia habiskan. (4) tentang tubuhnya, capek / lelahnya untuk apa.” (HR. At-Tirmidzi)

Lihat juga: Hal-Hal yang Akan Ditanyakan di Hari Kiamat (Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas)

Pertanyaan tentang umur menunjukkan bahwa semakin panjang usia seseorang, semakin banyak pertanyaan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Usia yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan, misalnya 60 tahun, tidak diberikan secara cuma-cuma. Selama 60 tahun itu, manusia akan ditanya tentang salatnya, mengajinya, mendidik anaknya, baktinya kepada orang tua (birrul walidain), cara istri melayani suaminya, dan cara suami mendidik istrinya. Semua itu akan ditanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla menit per menit, bahkan detik per detik. Nauzubillahi min dzalik.

Pertanyaan ilmu adalah bagian paling merepotkan para ustaz dan ustazah. Sebab, semakin bertambah ilmu seseorang, semakin banyak pula tuntutan untuk mengamalkan ilmu tersebut. Apabila seseorang memiliki satu ilmu, ia dituntut mengamalkan satu amalan. Apabila ilmunya 1.000, ia dituntut mengamalkan 1.000. Oleh karena itu, seseorang hendaknya memilih untuk menjadi pintar dan mengamalkan ilmunya. Mengaji tidak hanya untuk ditulis, dicatat, diingat, atau dipahami, tetapi mengaji adalah untuk diamalkan.

Adapun pertanyaan tentang harta adalah pertanyaan ganda. Ditanyakan dari mana harta didapatkan (cara masuknya) dan digunakan untuk apa (cara pengeluarannya). Harta yang dimiliki, baik itu satu miliar maupun seratus ribu rupiah, akan sama-sama dipertanggungjawabkan. Setiap rupiah akan ditanya. Jangan berbangga jika memiliki uang banyak, apalagi jika uang didapatkan dari korupsi, dan lebih parah lagi digunakan untuk berjudi. Pertanggungjawaban di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla atas hal tersebut sangatlah berat.

Pertanyaan yang keempat, sekaligus yang terakhir, dalam hadits tersebut adalah: “Dan tentang tubuhnya, untuk apa dihabiskan?” Seluruh anggota tubuh akan ditanya. Mata, telinga, mulut, tangan, dan kaki, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Contohnya, apakah kaki digunakan untuk mengaji atau untuk menonton ebeg (kuda lumping), apakah tangan digunakan untuk memijit istri atau untuk memukul istri, dan apakah mulut digunakan untuk membaca Al-Qur’an atau untuk menggunjing tetangga. Oleh karena itu, seseorang harus berhati-hati dalam menggunakan anggota tubuhnya.

3. Memberikan Kegiatan Positif

Langkah ketiga adalah memberikan alternatif kegiatan positif kepada anak-anak. Orang tua perlu menyediakan kegiatan positif bagi anak karena pengetahuan dan pengalaman anak-anak masih terbatas.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, anak sering kali merasa bingung dan tidak tahu harus melakukan apa dengan waktu luangnya. Oleh karena itu, orang tua yang pengalamannya lebih banyak dan pengetahuannya lebih banyak, bertugas memberikan arahan.

“Nak, ini contoh-contoh kegiatan positif yang bisa dilakukan.”

  1. Ibadah. Jika anak bingung hendak melakukan apa, arahkan, “Ayo Nak, baca Al-Qur’an.”
  2. Silaturahim. Jika anak bertanya, “Hari Ahad besok mau ke mana?”, jawablah, “Ayo kita silaturahim ke keluarga.” Silaturahim adalah bentuk ibadah. Jika sudah bersilaturahim dengan keluarga, bisa diarahkan untuk pergi ke panti asuhan. Memberikan makanan kepada panti asuhan adalah bagian dari ibadah.

Selain ibadah, aktivitas positif lain untuk anak adalah olahraga. Apabila anak bingung di pagi hari, orang tua dapat mengajaknya berjalan-jalan, bersepeda keliling, atau pergi ke lapangan untuk bermain bola bersama. Aktivitas fisik ini dianjurkan karena menyehatkan.

Anak yang aktif bermain bola hingga berkeringat lebih baik daripada anak yang hanya duduk berdiam diri (mager) sambil memegang gawai berjam-jam. Bermain bola (melakukan aktivitas) lebih menyehatkan daripada hanya menonton bola. Aktivitas fisik, seperti bersepeda, berjalan-jalan, bermain bola, basket, atau berenang, akan menggerakkan fisik anak sehingga tubuhnya sehat dan kuat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Aktivitas positif yang juga penting adalah aktivitas yang sifatnya mengembangkan kemampuan dan pengetahuan, yaitu membaca buku. Orang tua hendaknya menyediakan perpustakaan keluarga di rumah, meskipun hanya berupa satu rak, dengan buku-buku yang menarik untuk anak-anak.

Membaca harus dicontohkan oleh orang tua. Jika anak disuruh membaca, tetapi orang tua hanya bermain gawai, anak tidak akan menuruti. Orang tua juga harus memberikan contoh dengan membaca buku.

Ada sebagian orang tua yang mengeluh anaknya tidak mau membaca, meskipun buku sudah disediakan. Persoalannya adalah apakah orang tua sendiri rutin membaca atau tidak. Apabila orang tua rutin membaca, insyaAllah anak akan mengikuti dan turut membaca. Sudah sering disampaikan bahwa anak adalah peniru ulung. Kegiatan membaca penting untuk mengembangkan kecerdasan. Selain itu, kegiatan yang juga dianjurkan adalah aktivitas yang kreatif, produktif, dan menghasilkan uang.

Salah satu kekurangan anak-anak saat ini adalah tidak dilatih untuk memiliki keterampilan mencari uang. Bahkan, ada sebagian orang tua yang memiliki pola pikir keliru. Ketika anak mengungkapkan keinginan untuk berjualan, orang tua melarang dengan alasan memalukan atau mengganggu waktu belajar. Pola pikir ini salah.

Seorang anak yang hanya membawa barang dagangan ke sekolah dan menjualnya kepada teman-teman tidak akan terganggu belajarnya, sebab berjualan tidak dilakukan selama 24 jam. Justru, anak yang memiliki kemampuan berdagang memiliki bibit-bibit pintar berbisnis. Hal ini adalah potensi yang bagus.

Contoh kegiatan positif lainnya:

  • Anak diajak ke sawah atau ladang dan dilatih untuk mencangkul, sehingga anak tidak asing dengan dunia pertanian.
  • Jika di rumah ada kolam ikan atau ayam, anak diberi kesempatan dan tugas untuk memberi makan ikan atau ayam tersebut.

Tujuan dari pelatihan ini adalah agar kelak ketika anak sudah dewasa, ia tidak bingung lagi dalam mencari penghidupan.

Oleh karena itu, orang tua perlu memberikan alternatif kegiatan positif, dan dianjurkan untuk membuat kegiatan yang bermacam-macam agar anak tidak bosan. Apabila kegiatan hanya satu macam, lama-lama anak akan bosan dan kembali memilih bermain gawai. Untuk itu, orang tua hendaknya membuat daftar kegiatan bersama-sama agar anak tidak tergoda untuk terus-menerus bermain gawai sepulang sekolah.

Download mp3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian “Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang” ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55778-mendidik-anak-memanfaatkan-waktu-luang/